Minggu, 10 Mei 2015

PROBLEMATIKA PROFESIONAL GURU DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 dan KURIKULUM 2006

A. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan program prioritas hampir seluruh negara di planet bumi ini. Negara berkepentingan dengan pendidikan, karena diyakini dengan pendidikan yang maju akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Berbagai usaha dilakukan untuk memajukan pendidikan di masing-masing negara. Salah satu kunci penentu keberhasilan pendidikan adalah tersedianya guru yang cukup dan profesional. Sebagai contoh Jepang pada saat selesai Perang Dunia II Kaisar Jepang menanyakan apakah masih ada guru yang tertinggal, bukannya tanya tentang berapa jenderal dan tentara yang masih tersisa. Setelah Perang Dunia II Jepang menitikberatkan pembangunan dalam bidang pendidikan dengan menyiapkan dana dan sumber daya manusia di antaranya dengan penyediaan anggaran yang tinggi dan mengirim mahasiswa studi lanjut ke luar negeri. Vietnam negara yang relatif baru dengan presiden Ho Chi Mien, terkenal dengan pidatonya yang sangat populer: No teacher no education, no education no improvement social and economic. Begitu pula Bung Karno dalam pidatonya pernah menyampaikan sebagai berikut: “If you want to get a crop after three manths please plant corn, if you to get a crop after three years, please plant coconut tree, ... if you want to get a crop after ten years, please educate your people” Dari kutipan pendapat tokoh di atas, menunjukkan bahwa pendidikan merupakan program prioritas setiap bangsa, dan guru merupakan kunci keberhasilan pendidikan. B. PERAN STRATEGIS GURU Dalam Undang-Undang nomro 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, guru dan jabatan lain yang mengajar disebut pendidik. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran , menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama pada pendidikan pada perguruan tinggi (UU Sisdiknas pasal 39 huruf b). Dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan: guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UU nomor 14 tahun 2005 pasal 1 ayat 1). Guru memiliki peran strategis dalam pendidikan, sekaligus aktor utama dalam proses belajar mengajar. Karena perannya yang sangat penting terutama dalam menyiapkan generasi muda pewaris negara ini, persyaratan pendidikan formal guru dituntut minimal S1 atau D4. Selain berpendidikan formal S1/D4, seorang guru dituntut memiliki empat kompetensi yaitu kompoetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Di samping itu jabatan guru sebagai jabatan profesional , maka guru memiliki Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman dan norma tingkah laku guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Selain berperan dalam proses pembelajaran, guru dituntut mampu memberi inspirasi kepada peserta didik untuk menjadi manusia yang merdeka, manusia yang cerdas yang mampu melakukan terobosan baru dalam membangun negara kita (Ahmad Sjafii Maarif, 2014). Guru dituntut mampu memberi inspirasi kepada anak didik untuk menjadi warga negara yang bangga dengan semangat nasionalisme dengan mengajarkan pendidikan karakter yang menyangkut tiga unsur yaitu moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Ketiganya saling terkait dan penting untuk diperhatikan agar karakter tidak sebatas pengetahuan saja, tetapi menjadi sikap dan tindakan seseorang (Paul Suparno, 2014). C. KARAKTERISTIK KURIKULUM 2006 DAN KURIKULUM 2013 Perubahan kurikulum merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam pendidikan. Negara manapun selalu mengalami perubahan kurikulum untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap ada perubahan kurikulum merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Kurikulum 2006 sering disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memberi peran yang besar kepada sekolah dan guru. Setiap satuan pendidikan (sekolah) mengembangkan kurikulum dan materi pelajaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Sebagai konsekuensinya tidak semua sekolah mampu mengembangkan kurikulum. Tugas guru relatif berat, di samping mengembangkan kurikulum, juga menyiapkan materi pembelajaran. Kurikulum 2013 adalah: menekankan pendidikan karakter sehingga setiap mata pelajaran ada Kompetensi Inti 1 (KI 1) yang menekankan hubungan transedental manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, Kompetensi Inti 2 (KI 2) yang menekankan hubungan sosial sesama manusia dan alam), Kompetensi Inti 3 (KI 3) yang menekankan pengetahuan yang harus dimiliki oleh seseorang dengan belajar, dan Kompetensi Inti 4 (KI 4) yang menekankan praktik dan keterampilan dari ilmu yang dipelajari. Kurikulum 13 dilaksanakan dengan dengan pendekatan scientific terpadu, dan bentuk penilaiannya sangat rinci. Silabus disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, guru menyusun Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP). Dari tugas menyiapkan materi tugas guru relatif lebih ringan karena tidak menhyusun silabus, namun dari segi penilaian beban guru sangat berat. Kurikulum 2006 dilaksanakan secara bertahap dengan persiapan yang lebih matang baik dari segi dokumen kurikulum, penyiapan buku pelajaran, pelatihan guru. Evaluasi tidak berbeda dengan kurikulum 1994, kurikulum 2004. Kurikulum 2013 merupakan amanat dari program Pemerintah/Presiden SBY periode 2009-2013. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, program pendidikan disebutkan antara lain memperbarui kurikulum dan metode pembelajaran. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh mempersiapkan relatif lama, namun yang kurang tepat perubahan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan baru selesai sekitar bulan Maret 2013, sehingga Kurikulum -13 sudah disusun, silabus sudah disusun, pedoman penilaian sudah disusun tetapi Peraturan Pemerintah baru selesai revisi belakangan. Ini preseden yang kurang bagus, peraturan dibawahnya mampu mengubah peraturan di atasnya. Hal yang sama diulangi oleh Mendikbud Anies Baswedan yang menghilangkan sebagian fungsi Ujian Nasional yaitu tidak menentukan kelulusan, juga harus mengubah Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013. Hal ini mestinya tidak terjadi. Implementasi Kurikulum-13 yang kurang tepat adalah buku belum siap, guru belum di latih, tetapi implementasi K-13 harus dilaksanakan. Begitu pula sekolah-sekolah yang melaksanakan K-13 mulai tahun pelajaran 2014/2015 langsung diinstruksikan kelas I, II, IV, dan V SD secara serentak melaksanakan K-13. Begitu pula untuk SMP dan SLA pada tahun pelajaran 2014/2015 secara simultan melaksanakan K-13 untuk kelas VII, VIII, X, dan XI. Padahal sebagian besar dari sekolah-sekolah itu pada kelas I, IV, VII, dan X belum melaksanakan K-13. Pergantian Pemerintah Republik Indonesia pada bulan Oktober 2014 membawa perubahan dalam pelaksanaan K-13. Mendikbud Anies Rasyid Baswedan setelah melihat implementasi K-13 yang belum siap, mengeluarkan Permendikbud nomor 106 tahun 2014 yang pada intinya berisi: (1) K-13 dilaksanakan pada sekolah terbatas yang sudah melaksanakan dalam 3 (tiga) semester, (2) Sekolah yang melaksanakan K-13 baru satu lah, dan sistem penilaian, dan buku pelajaran dievaluasi dan diperbaiki, (4) Semua sekolah wajib melaksanakan K-13 paling lambat tahun pelajaran 2019/2020 (5) Permendikbud ini mulai berlaku pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Ini berarti bagi sekolah yang mulai melaksanakn K-13 mulai semester ganjil tahun 2014/2015, pada semester ganjil menggunakan K-13, sedangkan pada semester genap kembali kepada Kurikulum 2006. Hal yang baru pertama kali dalam sejarah pendidikan di dunia, satu tahun pelajaran siswa mendapat pelajaran dengan dua kurikulum. Dengan adanya Permendikbud nomor 106 tahun 2014 ini maka sekolah di seluruh Indonesia dan sekolah Indonsia di luar negeri berlaku dua kurikulum secara bersamaan, yaitu Kurikulum 2006 untuk sebagian besar sekolah dan K-13 bagi sekolah yang sudah melaksanakan K-13 selama 3 semester. D. PROBLEMATIKA PROFESIONALISME GURU DALAM PELAKSANAAN KURIKULUM DOBEL Pelaksanaan kurikulum 2006 bersamaan dengan kurikulum 2013 di sekolah merupakan kebijakan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kebijakan ini membawa dapak positif dan dampak negatif ter4hadap guru maupun sekolah. Dampak positif dilaksanakannya K-13 dan K-2006 secara bersamaan adalah Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama dapat melakukan: (1) revisi dan perbaikan Kurikulm 13, Silabus, Buku Pelajaran, dan Pedoman Penilaian dengan melibatkan pemangku kepentingan yang meliputi pakar pendidikan, pejabat Kemdikbud, dan praktisi pendidikan di lapangan yaitu para pengawas, kepala sekolah, dan guru yang mengimplementasikan K-13 di lapangan. Idealnya revisi selesai pada akhir tahun pelajaran 2014/2015; (2) Kemdikbud dan Kemenag menyusun anggaran penggandaaan dan distribusi dokuken K-13 dan seluruh kelengkapannya termasuk buku, sehinga tepat waktu sampai ke sekolah; (3) Pemerintah melakukan pelatihan guru secara intensif sehingga guru siap melaksanakan K-13 setelah sekolahnya ditunjuk; (4) Pemerintah (Kemdikbud dan Kemenag) menyusun schedule implementasi K-13 secara bertahap sekolah yang telah siap, untuk tahun pelajaran 2015/2016, 2016/2017, 2017/2018, 2018/2019, dan terakhir 2019/2020. Jangan sampai semua sekolah mengimplementasikan K-13 pada tahun pelajaran 2019/2020. Dilihat dari dampak negatif pelaksanaan kurikulum dobel (K-2006 dan K-13) dapat diinventarisasi sebagai berikut: (1) Siswa, guru, dan sekolah merasa menjadi kelinci percobaan, sehingga kepercayaan kepada Pemerintah menurun, sehingga muncul pendapat setiap ganti menteri ganti kebijakan, (2) Buku-buku Kurikulum 2006 sudah tidak lengkap, sehingga sekolah harus mengadakan lagi, hal ini berarti pemborosan biaya, (3) Mulai tahun pelajaan 2015/2016 dan seterusnya akan mulai Ujian Nasional dengan dua kurikulum, yang memerlukan ketelitian bagi para pelaksana Ujian Nasional agar tidak tertukar; (4) Dengan kembali ke kurikulum 2006 berarti pengaturan guru yang sudah selesai dalam rangka pelaksanaan K-13 harus dirubah lagi disesuaikan dengan pelaksanaan kuriku Belum ada lum 2006. Di khawatirkan ada guru yang tidak mendapat jam mengajar 24 jam sehingga tidak dapat menerima tunjangan profesi, (5) belum ada kepastian dan target waktu yang jelas tiap-tiap sekolah melaksanakan K-13. Untuk menghindari problematika terhadap profesionalisme guru, maka perlu ada kebijakan khusus dari Pemerintah yaitu: (1)Ada peraturan yang mengatur perubahan jam mengajar selama masa transisi dapat ditoleransi, guru yang sudah mendapat sertifikat guru profesional tetap menerima tunjangan profesi, (2) Dokumen K-13 dengan segala kelengkapannya segera selesai, dan dapat digandakan dan didistribusikan ke sekalah, (3) Dengan berlakunya K-13 akan berdampak terhadap kebutuhan guru, hendaknya direncanakan dengan matang agar guru mengajar sesuai dengan disiplin ilmunya, atau harus pindah mengajar setelah melalui pendidikan khusus, (4) Dengan adanya K-13 berakibat mata pelajaran berubah, yang belum tersedia guru sesuai dengan disiplin ilmunya, hendaknya Kemdikbud dan Kemenag merencanakan kebutuhan guru baru bekerja sama dengan LPTK untuk pengadaannya. E. PENUTUP Sebagai penutup dalam paparan ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Kurikulum 2013 secara substansi relatif bagus, namun dalam implementasinya kurang persiapan dari segi dokumen, pengadadaan buku, dan pelatihan guru, (2) Pelaksanaan Kurikulum 13 secara terbatas bersamaan dengan kembali kepada Kurikulum 2006 menimbulkan kurang kepercayaan pelaku pendidikan di lapangan kepada Pemerintah, (3) Guru merupakan kunci keberhasilan dalam pelaksanaan kurikulum, sehingga kesiapan guru melalui pendidikan dan pelatihan sangat penting. Di bawah ini disampaikan rekomendasi sebagai berikut: (1) Revisi Kurikulum 13 dengan perangkat kelengkapannya harus segera selesai dengan melibatkan pakar pendidikan dan pelaku pendidikan di lapangan khususnya pengawas, kepala sekolah, dan guru, (2) Pemerintah melakukan schedule pentahapan sekolah yang melaksanakan Kurikulum 2013 secara matang dan bertahap, (3) Penataan dan Pengadaan guru sebagai dampak implementasi Kurikulum-13 hendaknya direncanakan secara matang, (4) Perlu kerja sama antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyiapkan anggaran sebagai konsekuensi implementasi K-13. Disampaikan dalam Seminar Nasional “Guru Dalam Dinamika Implementasi Kurikulum” oleh Ikatan Keluarga Alumni Universitas Negeri Yogyakarta, Sabtu 25 April 2015 di KPLT FT UNY Dr. Sugito, M.Si Ketua Pengurus Besar PGRI